Jumat, 23 Oktober 2015

IMPLEMENTING A PERFORMANCE MANAGEMENT SYSTEM


IMPLEMENTING A PERFORMANCE MANAGEMENT SYSTEM

Preparation:
Communication, Appeals Process, Training Programs, and Pilot Testing
Implementasi dari sebuah sistem yang sukses memerlukan pemahaman yang jelas tentang bagaimana system itu bekerja dan tentang manfaat dari berbagai perspektif yang berbeda. Atau dengan kata lain kesuksesan implementasi memerlukan dukungan dan pengakuan dari organisasi. Itu berarti bahwa setiap bagian atau unit dari organisasi memerlukan individu-individu yang memiliki pengetahuan dan dukungan terhadap system tersebut. Sebelum sebuah sistem diluncurkan, maka harus terlebih dahulu mengimplementasikan communication plan. Sebagai bagian dari preparation, sebelum sistemnya diluncurkan, raters dilatih terlebih dahulu untuk mengobservasi dan mengevaluasi kinerja serta untuk memberikan feedback. Baru kemudian sistem diuji coba dan diluncurkan. Dengan demikian setelah system diuji coba dan diluncurkan kita dapat mengetahui apa saja yang didapat dari uji coba system tersebut untuk dievaluasi kembali system yang telah dilakukan benar ata adanya kesalahan dan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki system tersebut agar lebih baik.

Communication Plan
Pada organisasi suatu communication plan sangat penting keberedaannya, karena dalam communication plan bertujuan agar organisasi dapat lebih mengetahui informasi dan pengetahuan bagi karyawannya yang bertujuan utamanya untuk mendapatkan dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam sebuah system.
Suatu rencana komunikasi yang baik harus dapat menjawab pertanyaan seperti berikut:
1.      Apakah manajemen kinerja?
Untuk menjawab suatu pertanyaan tersebut harus memiliki informasi yang jelas terhadap management performance dan bagaimana performance management system diimplementasikan di organisasi dan apa tujuan dari performance management system tersebut.
2.      Apakah kinerja manajemen cocok dalam strategi kita?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus menyediakan informasi tentang hubungan performance management dengan strategic planning.
3.      Apa keuuntung yang didapat bagi saya?
      Suatu rencana komunikasi yang baik menggambarkan manfaat menerapkan management kinerja pada hubungan antara manajemen kinerja untuk semua yang terlibat. Suatu rencana komunikasi yang baik menggambarkan manfaat menerapkan management kinerja pada hubungan antara manajemen kinerja untuk semua yang terlibat.
4.      Bagaimana cara  bekerjanya?
Untuk menjawab pertanyaan ini memerlukan deskripsi yang detail dari performance management process dan time line.
5.      Apa tanggung jawab saya?
6.      Communication plan seharusnya memuat informasi tentang hubungan antara PM dengan initiatives dan sistem lainnya seperti pelatihan, promosi dan succession planning.

Ada 3 bias yang mempengaruhi communication plan yaitu :
v  Persepsi Seleksi kecenderungan untuk mengungkapkan pikiran kita hanya untuk ide-ide yang telah kita setujui.
v  Persepsi selektif adalah kecenderungan untuk melihat sepotong informasi sebagai makna apa yang kita ingin itu berarti meskipun informasi, sebagaimana dimaksud dalam communicator, mungkin berarti sebaliknya.
v  Retensi selektif kecenderungan untuk mengingat hanya potongan informasi yang kita kita setujui.

Ada beberapa cara untuk meminimalkan dampak negatif dari bias, mempertimbangkan sebagai berikut:

v  Involve Employee
libatkan karyawan dalam membuat sistem dan support apa yang mereka buat.
v  Understand employee needs
mengerti kebutuhan employee dan mengidentifikasi bagaimana cara agar kebutuhan dapat bertemu dengan PM.
v  Strike first
menciptakan sikap yang positif dari PMS sebelum sikap rumor negatif  diciptakan.
v  Provide facts and consequences
memberikan fakta tentang sistem dan maksud dari sistem tersebut serta apa konsekuensinya.
v  Put it in writing
komunikasi yang tertulis lebih meyakinkan dan dapat dipercaya daripada komunikasi secara lisan. Buat dokumentasi yang tersedia secara online yang menggambarkan sistemnya.
v  Use multiple channels of communication­­
menggunakan metode komunikasi yang beragam seperti rapat, e-mail, paper communication.
v  Use credible communicators
gunakan sumber yang meyakinkan untuk mengkomunikasikan PMS.
v  Say it then say it again
ulang informasi secara berulang-ulang agar karyawan dapat menyerap informasi tersebut.


Appeals Process
Appeals process penting dalam memperoleh penerimaan karyawan untuk PMS karena membuat karyawan mengerti bahwa ada ketidaksetujuan dari performance rating yang kemudian diselesaikan dengan cara yang baik dan tidak bersifat pembalasan. Ketika appeals process dilakukan, karyawan harus mempunyai kemampuan dalam menjawab 2 pertanyaan yaitu judgemental (yang berhubungan dengan keadidan performance evaluation) dan administrative (Masalah yang berhubungan dengan kebijakan dan prosedur). Ketika permohonan(Appeals) diisi pertama kali, HR department berlaku sebagai mediator antara karyawan dan Supervisor. Appeals yang dikirim ke HR department dinamakan Level 1 atau Level A appeal. HR Department berada dalam posisi yang baik untuk menjudge ketika kebijakan dan prosedur diimplementasikan dengan baik dan juga merupakan informasi yang baik tentang pekerjaan yang bervariasi, level dari kinerja yang diharapkan, dan level dari performance karyawan lainnya yang berada di dalam unit atau organisasi. Jika supervisor tidak percaya corrective action dapat dilakukan dan permohonan dilanjutkan, maka arbitrator membuat keputusan yang bersifat final dan mengikat, yang disebut sebagai Level 2 atau Level B appeal. Arbitrator membuat panel yang terdiri dari peers dan managers yang mereview tentang case tersebut dan setelah itu voting untuk membuat keputusan.


Training Programs for Acqusition of Required Skills
Training raters adalah step lainnya yang diperlukan dalam menyediakan peluncuran PMS. Training tidak hanya menyediakan partisipan dalam PMS dengan keahlian yang diperlukan dan alat untuk mengimplementasikan pekerjaan, tetapi training juga membantu meningkatkan kepuasan dari system tersebut.
Program pelatihan yang dimasukan dalam penilaian adalah:
·         Alasan untuk menerapkan manajemen kinerja.
·         Informasi tentang formulir penilaian dan mekanik sistem.
·         Bagaimana mengidentifikasi dan peringkat kegiatan pekerjaan.
·         Bagaimana mengamati, merekam, dan mengukur kinerja.
·         Bagaimana meminimalkan kesalahan rating.
·         Bagaimana melakukan wawancara penilaian
·         Bagaimana melatih, nasihat, dan pelatihan.

Rater Error Training (RET)
RET bertujuan untuk membuat rater sadar akan rating error yang sering dibuat dan membantu mereka mengembangkan strategi untuk meminimalkan error. RET Program juga meliputi definisi dari typical error dan penyebab terjadinya error tersebut. Beberapa program mengajak trainee nya untuk melihat contoh dari error yang umum, mereview suggestion dan bagaimana untuk mencegah terjadinya error.
Kesalahan ini adalah :
·         Mirip dengan saya. Kesamaan menyebabkan daya tarik, jadi kita cenderung memilih mereka yang mirip dengan kita.
·         Kontras kesalahan. Kontras kesalahan terjadi ketika bahkan ketika sistem pengukuran mutlak di tempat.
·         Kelonggaran kesalahan. Kelonggaran kesalahan terjadi ketika penilai memberikan rating tinggi untuk sebagian besar karyawan atau semua. Dengan kata lain kelonggaran melibatkan inflasi rating buatan.
·         Keseriusan kesalahan. Keseriusan kesalahan terjadi ketika penilai memberikan penilaian rendah untuk sebagian besar karyawan atau semua.
·         Kecenderungan kesalahan Tengah. tendensi sentral kesalahan terjadi ketika penilai hanya menggunakan titik tengah pada skala rating dan menghindari penggunaan ekstrem.
·         Halo kesalahan. Halo kesalahan terjadi ketika penilai gagal untuk membedakan antara aspek yang berbeda dari kinerja yang dinilai.
·         Keutamaan kesalahan. Keutamaan kesalahan terjadi ketika evaluasi kinerja sangat dipengaruhi terutama oleh informasi yang dikumpulkan selama fase awal periode review.


Frame of Reference Training (FOR)

BO training adalah salah satu tipe dari program pelaksanaan untuk meminimasi ketidaksengajaan rating errors. BO berfokus pada raters observe, store (penyimpanan), recall, dan menggunakkan informasi dari performance. BO training membantu memperbaiki skill pengukuran performance bagi para trainer.
Contoh BO training adalah cara penggunaan observational aids seperti buku yang dapat membantu mengingatkan perkembangan kinerja karyawan telah berkembang atau tidak. Orang kanada telah menemukan bahwa dengan menggabungkan FOR dan BO training akan mendapatkan hasil kerja yang terbaik 
FOR training adalah sesi penting dimana behavioral diobservasi dilihat kesalahannya, menghindari behavioral observation error seperti impression, stereotypes, dan hallo effect. Pada akhirnya para partisipan dilatih untuk pentingnya menyimpan catatan perilaku mereka pada subordinate mereka di periode tertentu.


Self-Leadership Training (SL)

Tujuan dari SL training adalah untuk meningkatkan kepercayaan diri para rater dalam kemampuannya untuk mengatur kinerja. SL training techniques adalah positive self talk, mental imagery, positive beliefs dan pola berfikir.
Langkah-langkah dalam SL Training adalah:
1.      Mengobservasi dan mengumpulkan pendapat-pendapat yang ada mengenai self talk, mental cara berfikir setiap pertisipan.
2.      Analisis hasil obesevasi tsb secara fungsional dan terkonstruksi
3.      Indentifikasi asumsi-asumsi yang ada dari analisis yang telah dilakukan
4.      Substitusikan pemikiran-pemikiran fungsional lainnya dalam situasi nyata.
5.      Tetap terus memonitor dan memelihara belief, self-verbalization, dan mental images disetiap waktu. 

Pilot testing
Sebelum PMS dilaksanakan secara formal, hal yang paling baik adalah mencobanya dahulu sehingga PMS tsb dapat digunakan sebagaimana yang dibutuhkan. Pilot testing membantu kita mendapatkan informasi  perspektif dari si pemakai sistem dan sebaik apa sistem itu bekerja, mempelajari kesulitan dan hambatan, serta reaksi seseorang apabila dilakukan test pengukuran.


Ongoing Monitoring and Evaluation
Ketika periode testing telah selesai dan PMS dilaksanakan secara formal, sangatlah penting menggunakan pengukuran yang jelas untuk memonitor dan mengevaluasi sistem. Dalam mengambilan keputusan harus mempertimbangkan soal: bagaimana mengevaluasi system secara efektif, bagaimana mengevaluasi secara menyeluruh system yang telah dilaksanakan karena system tersebut menghasilkan hasil yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Beberapa pengukuran yang dapat digunakkan untuk memonitor dan mengevaluasi system:
a)      Number of individual evaluated
Yang paling dasar dari pengukuran adalah jumlah karyawan yang sebernarnya berpartisipasi dalam system.
b)      Distribution of performance ratings
Angka dari pengukuran haruslah pas, tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Karena dengan adanya penyimpangan tersebut dapat menyebabkan distrorsi dalam penilaian performance.
c)      Quality of information
Informasi yang disediakan pada awal dan akhir form.
d)      Quality of performance discussion meeting
Hasil survey dapat didistribusikan terhadap semua karyawan yang ikut berpartisipasi dalam sistem. Dari situ kita bisa mendapatkan feedback yang berguna untuk evaluasi PMS yang telah di implementasikan.
e)      System satisfaction
Keadilan, keakuratan, dan kegunaan dari PMS yang telah diimplementasikan telah disepakati oleh semua parstisipan.
f)        Overall cost / benefit ratio
Semua partisipan me-rate overall cost VS benefit ratio dari PMS. Biasanya berupa pertanyaan kuisioner.
g)      Unit-level and organization-level performance
co: customer satsifaction yang menilai unit level yang melayaninya


ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN

ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN

Dalam sebuah seminar yang membahas tentang dunia pelatihan pada sebuah perusahaan, seorang Manajer SDM mengatakan tentang betapa ia harus mencari formula kata-kata agar dapat menjelaskan kepada siapapun tentang kegunaan sebuah pelatihan. Sebuah penjelasan yang dapat diterima semua, hal ini karena ia sering mendapat pertanyaan dari atasan dan bagian lainnya mengenai efektivitas pelatihan yang diselenggarakan,walaupun mereka semua dapat memahami dan menyadari bahwa pelatihan memegang peranan penting bagi semua yang berada di perusahaan dan juga karir mereka, yang juga akan berdampak bagi kemajuan perusahaan itu sendiri.
Sesuatu yang tak dapat dipungkiri lagi bahwa program pelatihan merupakan salah satu pendekatan utama dalam pengembangan SDM pada sebuah perusahaan karena mempunyai nilai atau peran strategis, yakni terhadap keberhasilan operasi perusahaan di satu sisi dan keberhasilan karier karyawan di sisi yang lain.
Perusahaan selalu didorong untuk berpacu dalam kompetisi yang ketat,sehingga harus selalu memelihara dan meningkatkan kompetensi utamanya. Contohnya sebuah perusahaan pertambangan batubara terus dipacu untuk membuat sistim penambangan yang effisien dan effektif dalam upaya menurunkan ongkos produksinya, hal ini tentu saja untuk mengimbangi kompetitornya, dengan demikian maka salah satu cara yang diperlukan adalah upaya untuk peningkatan kemampuan karyawannya melalui sebuah program pelatihan.
Kembali pada seringnya muncul pertanyaan-pertanyaan yang biasanya diajukan manejemen kepada departemen HRD ketika diminta untuk menyusun suatu program pelatihan bagi karyawan, pertanyaan itu adalah: mengapa departemen HRD merasa yakin bahwa pelatihan merupakan jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi? Bagaimana pelatihan bisa memberikan kontribusi terhadap rencana strategicperusahaan? Siapa saja yang menjadi target pelatihan? Pelatihan apa saja yang pernah dilakukan dan apa hasilnya? Dan masih ada beberapa pertanyaan lain.
Apa yang ingin diketahui dari beberapa pertanyaan seperti tersebut diatas sebenarnya amat sederhana, yaitu ingin mengetahui sejauhmana perusahaan telah melakukananalisis kebutuhan pelatihan. Hal ini begitu penting untuk diketahui sebab tanpa analisis kebutuhan yang sungguh-sungguh maka dapat dipastikan bahwa program pelatihan yang dirancang hanya akan berlangsung sukses di ruang kelas atau tempat pelaksanaan pelatihan semata. Artinya pelaksanaan pelatihan mungkin berjalan dengan sangat baik, tetapi pada saat peserta pelatihan (peserta pelatihan) kembali ke tempat kerja masing-masing mereka menjadi tidak tahu atau bingung bagaimana menerapkan apa yang telah mereka pelajari dari pelatihan. Kondisi seperti ini tidak jarang memberikan citra yang negatif bagi pihak penyelenggara pelatihan (Diklat internal atau pun lembaga pelatihan di luar perusahaan) karena dinilai tidak dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada peserta pelatihan. Oleh karena itu, HRD pasti akan sangat berhati-hati jika dalam menyusun program pelatihan. Meskipun harus diakui bahwa kegagalan peserta pelatihan untuk dapat menerapkan apa yang telah dipelajarinya selama pelatihan ke dalam pekerjaan sehari-hari dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun tak bisa dipungkiri bahwa salah satu penyebab kegagalan tersebut adalah karena tidak adanya sinkronisasi antara pelatihan dengan kebutuhan atau masalah yang dihadapi. Dengan kata lain keputusan untuk melaksanakan pelatihan tidak didukung oleh data atau informasi yang memadai dan akurat. Data atau informasi tersebut misalnya mengapa perusahaan perlu mengadakan pelatihan, apa jenis pelatihan dan metode yang cocok, siapa peserta yang harus ikut, hal-hal apa yang harus diajarkan, dan sebagainya. Data dan informasi seperti inilah yang harus diperoleh pada tahap analisis kebutuhan pelatihan (training needs analysis).
Definisi
Secara umum analisis kebutuhan pelatihan didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data dalam rangka mengidentifikasi bidang-bidang atau faktor-faktor apa saja yang ada di dalam perusahaan yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki agar kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan menjadi meningkat. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh data akurat tentang apakah ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pelatihan.
Mengingat bahwa pelatihan pada dasarnya diselenggarakan sebagai sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap (kesenjangan) antara kinerja yang ada saat ini dengan kinerja standard atau yang diharapkan untuk dilakukan oleh si pegawai, maka dalam hal ini analisis kebutuhan pelatihan merupakan alat untuk mengidentifikasigap-gap yang ada tersebut dan melakukan analisis apakah gap-gap tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan melalui suatu pelatihan. Selain itu dengan analisis kebutuhan pelatihan maka pihak penyelenggara pelatihan (HRD atau Diklat) dapat memperkirakan manfaat-manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari suatu pelatihan, baik bagi peserta pelatihan sebagai individu maupun bagi perusahaan.
Jika ditelaah secara lebih lanjut, maka analisis kebutuhan pelatihan memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah:
· memastikan bahwa pelatihan memang merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan
· memastikan bahwa para peserta pelatihan yang mengikuti pelatihan benar-benar orang-orang yang tepat
· memastikan bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan selama pelatihan benar-benar sesuai dengan elemen-elemen kerja yang dituntut dalam suatu jabatan tertentu
· mengidentifikasi bahwa jenis pelatihan dan metode yang dipilih sesuai dengan tema atau materi pelatihan
· memastikan bahwa penurunan kinerja atau pun masalah yang ada adalah disebabkan karena kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap kerja; bukan oleh alasan-alasan lain yang tidak bisa diselesaikan melalui pelatihan
· memperhitungkan untung-ruginya melaksanakan pelatihan mengingat bahwa sebuah pelatihan pasti membutuhkan sejumlah dana.

Beberapa Faktor
Mengingat bahwa data dan informasi yang harus dikumpulkan dan dianalisis menyangkut manusia (adanya gap antara pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang ada dengan yang diharapkan) dan organisasi/perusahaan (rencana dan tujuan perusahaan, SAP, manfaat pelatihan, dsb) maka analisis kebutuhan pelatihan seyogyanya mencakup kedua area tersebut. Oleh karena itu data yang harus dikumpulkan mencakup beberapa faktor sebagai berikut:

1.      Alasan
Perusahaan adalah suatu sistem. Artinya di dalam perusahaan terdapat beberapa divisi atau bagian yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Dengan adanya berbagai divisi tersebut maka kebutuhan akan pelatihan dapat berbeda-beda antara divisi yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, pada tahapan ini perancang program pelatihan (baca: Training Manager/Officer yang mewakili HRD atau diklat) dituntut untuk benar-benar jeli dalam melihat kebutuhan yang ada. Ia harus meluangkan banyak waktu untuk mendengarkan pendapat dari berbagai pihak, mengetahui dengan pasti siapa yang berwenang memutuskan adanya pelatihan, dan apa kaitan pelatihan yang akan dirancang dengan rencana strategic perusahaan. Dalam banyak kasus kebutuhan pelatihan mungkin diajukan atau diminta oleh manager atau supervisor dari divisi tertentu yang ada dalam perusahaan. Selain itu ada juga pelatihan yang bersifat menyeluruh, dalam arti bahwa pelatihan tersebut merupakan suatu policy dari pihak manajemen untuk mensosialisasikan visi, misi, dan tujuan perusahaan, termasuk rencana strategic yang akan dijalankan. Meski kedua hal tersebut sebenarnya telah mengindikasikan adanya kebutuhan pelatihan, namun perancang pelatihan harus dapat menggali lebih dalam lagi sejauhmana kebutuhan tersebut dapat direalisasikan. Ia harus bisa menggali informasi-informasi seperti: apakah program pelatihan serupa pernah dilaksanakan dan apa hasilnya? Apakah pelatihan tersebut benar-benar akan bermanfaat bagi divisi tertentu dan secara langsung ataupun tidak langsung akan memberikan dampak positif bagi kinerja semua divisi yang ada dalam perusahaan? Kondisi atau situasi seperti apa sebenarnya yang mendorong dilakukannya pelatihan tersebut? Lalu apa sebenarnya yang diharapkan dari pelatihan tersebut?

2.      Peserta
Satu hal yang sangat krusial dalam suatu pelatihan adalah menentukan siapa yang menjadi peserta pelatihan tersebut. Peserta yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah mencakup peserta pelatihan dan juga trainer/facilitator dari pelatihan tersebut. Mengapa hal ini dikategorikan sebagai hal yang krusial tidak lain adalah karena peserta akan sangat menentukan format pelatihan. Selain itu para peserta pelatihan adalah individu-individu yang akan membawa apa yang diperoleh dalam pelatihan ke dalam pekerjaan mereka sehari-hari sehingga akan memiliki dampak pada perusahaan. Dengan mengetahui peserta pelatihan perancang program pelatihan dapat menentukan format yang tepat; apakah akan menggunakan format ruang kelas (classroom setting), belajar sendiri (self-study or self-journey), belajar dari pengalaman (experiential learning or learning by doing), atau menggunakan beberapa format sekaligus. Selain itu, dengan mengetahui siapa peserta pelatihan maka perancang program pelatihan akan dapat menggali lebih jauh berbagai informasi seperti:
· apa saja persyaratan minimal (pendidikan, pengalaman dan ketrampilan) yang harus dipenuhi oleh peserta pelatihan untuk dapat mengikuti pelatihan?
· apa dasar-dasar pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki peserta pelatihan, termasuk pelatihan apa saja yang pernah diikuti sebelumnya?
· apa saja persyaratan yang harus dipenuhi oleh trainer/facilitator untuk dapat menyelenggarkan pelatihan? apakah akan menggunakan trainer dari dalam perusahaan atau menggunakan trainer dari luar?
· bagaimana data demography para peserta pelatihan?

3.      Pekerjaan
Data atau informasi yang berhubungan dengan aspek pekerjaan yang harus dikumpulkan dan dianalisis mencakup hal-hal seperti: jenis pekerjaan (jabatan) apa yang sedang direview dan apa fungsi utama pekerjan (jabatan) tersebut, apa saja kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan pekerjaan secara optimal, apa standard kinerja yang harus dipenuhi oleh pegawai, apakah pegawai sudah memenuhi standard kinerja yang diharapkan, dsb. Pada intinya analisis kebutuhan pelatihan yang mencakup aspek pekerjaan bertujuan mengumpulkan informasi seputar fungsi dan tanggung jawab jabatan, tingkat kinerja yang diharapkan, dan kemampuan serta ketrampilan apa saja yang harus dimiliki oleh individu atau kelompok (divisi) untuk dapat memenuhi standard kinerja yang diharapkan. Bagi perusahaan-perusahaan yang telah memiliki uraian jabatan mungkin akan lebih mudah bagi si perancang program untuk memperoleh data. Namun bagi perusahaan yang belum memiliki uraian jabatan maka si perancang program akan membutuhkan banyak waktu untuk melakukan analisis jabatan.
4.      Materi
Bagi perusahaan-perusahaan yang sudah terbiasa melakukan pelatihan, materi pelatihan mungkin sudah tersedia untuk berbagai jabatan. Meski demikian hal ini tidaklah berarti bahwa materi tersebut selalu cocok untuk setiap peserta dan setiap situasi. Materi pelatihan yang baik harus selalu diperbaharui sesuai dengan kondisi yang ada supaya isi(content) dari pelatihan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan si peserta pelatihan. Hal yang mendasar untuk diketahui dalam menentukan materi yang akan dirancang dalam sebuah program pelatihan adalah apakah materi yang akan diberikan merupakan suatu hal yang bersifat essential atau tidak. Jika ya, maka materi tersebut harus dimasukkan dalam pelatihan. Jika hal ini sudah ditentukan, maka selanjutnya baru dipilih topik-topik penting yang perlu diajarkan dalam pelatihan, bagaimana mengajarkannya dan hal-hal apa saja yang perlu dijelaskan lebih lanjut supaya lebih memudahkan peserta pelatihan dalam memahami materi tersebut.

5.      Dukungan
Mengingat bahwa hal-hal yang mempengaruhi kinerja pegawai maupun perusahaan secara keseluruhan tidak hanya ditentukan oleh pelatihan, maka si perancang pelatihan harus benar-benar dapat memastikan bahwa ia mendapatkan dukungan dari berbagai pihak di dalam perusahaan. Dukungan tersebut adalah berupa komitmen dari paramanager atau supervisor untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi para peserta pelatihan untuk dapat menerapkan apa yang telah mereka pelajari dalam pelatihan. Suasana kondusif tersebut misalnya: menempatkan pegawai pada jabatan yang sesuai dengan kompetensinya, memberikan feedback tentang kinerja pegawai secara periodik, mendengarkan keluhan dan masalah yang dihadapi pegawai dalam menerapkan apa yang telah dipelajari, memberikan reward atau recognition bagi pegawai yang berhasil memenuhi standard kinerja yang diharapkan, menegur atau memberikan sanksi kepada pegawai yang tidak menunjukkan kinerja yang optimal, dsb. Komitmen tersebut amat penting diperoleh mengingat bahwa pelatihan bukanlah sarana yang tepat untuk mengendalikan hal-hal yang tidak memiliki hubungan dengan pengetahuan dan ketrampilan. Dengan perkataan lain pelatihan hanyalah merupakan sarana yang berguna untuk menghilangkan atau mengurangi adanya kesenjangan antara pengetahuan dan ketrampilan yang ada dengan yang diharapkan. Pelatihan tidak bisa dengan mudah dianggap sebagai sarana untuk mengurangi tingkat ketidakhadiran pegawai, mengatasi PHk atau perampingan perusahaan, meningkatkan gaji dan menciptakan motivasi kerja pegawai di lapangan. Pelatihan juga tidak akan serta merta melahirkan standard kinerja yang diharapkan jika di tempat kerja sehari-hari tidak ada kriteria penilaian tentang standard kinerja tersebut. Selain itu pelatihan tidak bisa menggantikan peran managerataupun supervisor dalam memberikan feedback kepada bawahannya. Oleh karena itu, dalam analisis kebutuhan pelatihan si perancang program harus dapat memastikan bahwa pelatihan tidak akan disalahgunakan oleh pihak manajemen atau pun paramanager/supervisor untuk melepaskan tanggungjawab atas ketidakberhasilan mereka dalam mengatasi permasalahan yang ada. Sebaliknya pelatihan harus dipandang sebagai sarana pendukung bagi keberhasilan pihak manajemen atau para manager/supervisordalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab mereka. Tanpa adanya komitmen yang sungguh-sungguh dari pihak manajemen atau para manager/supervisor maka dapat dipastikan bahwa pelatihan hanya akan berjalan sukses di ruang kelas atau tempat pelaksanaan pelatihan saja.

6.      Biaya
Sekecil apapun kegiatan pelatihan pasti membutuhkan dana. Oleh karena itu amat penting untuk menghitung untung rugi dari pelaksanaan suatu pelatihan. Dalam hal ini si perancang program pelatihan harus mengumpulkan berbagai informasi yang menyangkut hal-hal seperti: biaya apa saja yang harus dikeluarkan untuk peserta pelatihan maupun trainer, apa keuntungan yang akan diperoleh dari pelatihan tersebut dan berapa lama hal itu bisa dicapai, apakah biaya pelatihan masih sesuai dengan budgetyang ada, dsb. Salah satu cara yang cukup populer untuk menghitung untung rugi suatu pelatihan adalah dengan mengukur ROI.

7.      Memilih Metode
Sebelum menentukan metode yang akan digunakan dalam pengumpulan data, maka perlu dipikirkan sumber-sumber data yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan. Sumber-sumber data tersebut diantaranya adalah:
· Riset atau survey (critical incidents research, working climate survey, customer service survey, dsb)
· Penilaian kinerja (performance appraisal)
· Perencanaan karir pegawai
· Perubahan prosedur kerja dan perkembangan teknologi
· Perencanaan SDM
Jika faktor-faktor yang akan dianalisis sudah diketahui dan sumber-sumber data dapat ditentukan maka perancang program pelatihan dapat memilih beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut:
1. Kuestioner
2. Obervasi
3. Wawancara
4. Focus group
5. Regular meeting
6. Mempelajari data perusahaan
7. Mempelajari uraian jabatan
8. Membentuk kelompok pakar/penasehat
Dengan memperhatikan hal-hal yang telah diuraikan diatas, besar harapan kita semua bahwa program pelatihan yang akan kita susun dapat berlangsung sukses baik dalam pelaksanaannya maupun pada saat para peserta pelatihan kembali ke tempat kerja untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang di peroleh ke dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Meskipun mungkin tidak semua faktor diatas harus dianalisis (ada pelatihan tertentu yang tidak perlu menganalisis semua faktor), namun semakin banyak data dan informasi yang bisa dikumpulkan dalam analisis kebutuhan pelatihan maka akan semakin mudah bagi si perancang program pelatihan untuk menggambarkan persyaratan-peryaratan yang diinginkan oleh perusahaan, kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki pegawai, kesenjangan antara pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang ada dengan yang diharapkan dan bagaimana cara terbaik untuk menghilangkan kesenjangan tersebut. Dengan melakukan analisis kebutuhan pelatihan secara sungguh-sungguh maka niscaya program pelatihan yang dirancang akan dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. Selamat mencoba. Semoga berguna untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan para pekerja kita.


Performance Management

Performance Management

Secara definisi, Performance Management adalah suatu pendekatan sistematik untuk meningkatkan kinerja individu atau tim dalam mencapai tujuan / target organisasi (Hendry, Bradley and Perkins, 1997).

Definisi ini menyinggung 3 hal penting, yaitu :
1.       Sistematis.
Pengaturan kinerja organisasi, baik secara individu maupun tim merupakan sebuah sistem yang terpadu dengan sistem lainnya, bukan sebuah aktivitas yang terlepas satu sama lain. 
2.       Individu / tim.
Target / tujuan organisasi harus diturunkan dan dibagi menjadi beberapa tugas kecil per posisi yang tentunya harus mendukung satu sama lain. Maka dari itu, hubungan sebab-akibatnya harus terjaga.
3.       Tujuan / target organisasi.
Hanya ada 2 tujuan sebuah organisasi / perusahaan, yaitu Profit (Keuntungan) dan Growth (Pertumbuhan). Semua hal yang dikerjakan oleh karyawan haruslah mendukung pencapaian kedua hal ini, bila tidak, maka perlu ditinjau ulang dan direvisi.

Praktek pendekatan manajemen kinerja di dunia usaha dan industri sangat beragam, tapi bila ditarik benang merahnya dapat terbagi menjadi 4, yaitu :
1.       Fase Plan : Performance Planning
Membuat rencana kerja yang diselaraskan dengan Sasaran Strategis, Key Performance Indicator (KPI), Standar / Target, Aktivitas perusahaan secara SMART (Spesific, Measurable, Achiveable, Realistic, Time-Oriented). Sifatnya adalah Top Down, artinya CEO / President Director harus membuat target perencanaannya dulu, barulah diturunkan sampai ke level terendah.
2.       Fase Do : On Going Feedback & Informal Coaching
Melaksanakan rencana kerja dan melakukan pengawasan. Hal penting yang perlu dilakukan adalah memberikan umpan balik (feedback) terhadap karyawan dari atasan yang bersangkutan untuk kembali meluruskan apa yang mungkin tidak sesuai dengan rencana awal. Selain itu, umpan balik sangat penting untuk memberikan motivasi dan me-recharge energi yang mungkin mulai habis.
3.       Fase Check : Performance Appraisal & Development Planning
Mengevaluasi pencapaian kinerja dibandingkan dengan target / rencana kerja. Terlibat pada proses ini adalah Atasan, HRD, dan Top Management, serta karyawan yang bersangkutan.
4.       Fase Action : On Going Feedback & Informal Coaching
Memberikan penghargaan kepada karyawan atas kinerjanya dan memberikannya catatan pengembangan untuk perbaikan kualitas kerjanya di masa depan.

Tujuan akhir Performance Management adalah mendapatkan kinerja terbaik karyawan dan organisasi untuk mencapai Profit dan Pertumbuhan sambil mengembangkan kompetensi karyawan dalam menghadapi tugas-tugas menantang.