ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN
Dalam sebuah seminar yang membahas tentang dunia pelatihan pada
sebuah perusahaan, seorang Manajer SDM mengatakan tentang betapa ia harus
mencari formula kata-kata agar dapat menjelaskan kepada siapapun tentang
kegunaan sebuah pelatihan. Sebuah penjelasan yang dapat diterima semua, hal ini
karena ia sering mendapat pertanyaan dari atasan dan bagian lainnya mengenai
efektivitas pelatihan yang diselenggarakan,walaupun mereka semua dapat memahami
dan menyadari bahwa pelatihan memegang peranan penting bagi semua yang berada
di perusahaan dan juga karir mereka, yang juga akan berdampak bagi kemajuan
perusahaan itu sendiri.
Sesuatu yang tak dapat dipungkiri lagi bahwa program pelatihan
merupakan salah satu pendekatan utama dalam pengembangan SDM pada sebuah
perusahaan karena mempunyai nilai atau peran strategis, yakni terhadap
keberhasilan operasi perusahaan di satu sisi dan keberhasilan karier karyawan
di sisi yang lain.
Perusahaan selalu didorong untuk berpacu dalam kompetisi yang
ketat,sehingga harus selalu memelihara dan meningkatkan kompetensi utamanya.
Contohnya sebuah perusahaan pertambangan batubara terus dipacu untuk membuat
sistim penambangan yang effisien dan effektif dalam upaya menurunkan ongkos
produksinya, hal ini tentu saja untuk mengimbangi kompetitornya, dengan
demikian maka salah satu cara yang diperlukan adalah upaya untuk peningkatan
kemampuan karyawannya melalui sebuah program pelatihan.
Kembali pada seringnya muncul pertanyaan-pertanyaan yang
biasanya diajukan manejemen kepada departemen HRD ketika diminta untuk menyusun
suatu program pelatihan bagi karyawan, pertanyaan itu adalah: mengapa departemen HRD
merasa yakin bahwa pelatihan merupakan jalan keluar dari persoalan yang
sedang dihadapi? Bagaimana pelatihan bisa memberikan kontribusi terhadap
rencana strategicperusahaan? Siapa saja yang menjadi target
pelatihan? Pelatihan apa saja yang pernah dilakukan dan apa hasilnya? Dan masih
ada beberapa pertanyaan lain.
Apa yang ingin diketahui dari beberapa pertanyaan seperti
tersebut diatas sebenarnya amat sederhana, yaitu ingin mengetahui sejauhmana
perusahaan telah melakukananalisis
kebutuhan pelatihan. Hal ini begitu penting untuk diketahui sebab tanpa
analisis kebutuhan yang sungguh-sungguh maka dapat dipastikan bahwa program
pelatihan yang dirancang hanya akan berlangsung sukses di ruang kelas atau
tempat pelaksanaan pelatihan semata. Artinya pelaksanaan pelatihan mungkin berjalan
dengan sangat baik, tetapi pada saat peserta pelatihan (peserta pelatihan)
kembali ke tempat kerja masing-masing mereka menjadi tidak tahu atau bingung
bagaimana menerapkan apa yang telah mereka pelajari dari pelatihan. Kondisi
seperti ini tidak jarang memberikan citra yang negatif bagi pihak penyelenggara
pelatihan (Diklat internal atau pun lembaga pelatihan di luar perusahaan)
karena dinilai tidak dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada peserta
pelatihan. Oleh karena itu, HRD pasti akan sangat berhati-hati jika dalam
menyusun program pelatihan. Meskipun harus diakui bahwa kegagalan peserta
pelatihan untuk dapat menerapkan apa yang telah dipelajarinya selama pelatihan
ke dalam pekerjaan sehari-hari dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun tak bisa
dipungkiri bahwa salah satu penyebab kegagalan tersebut adalah karena tidak
adanya sinkronisasi antara pelatihan dengan kebutuhan atau masalah yang
dihadapi. Dengan kata lain keputusan untuk melaksanakan pelatihan tidak
didukung oleh data atau informasi yang memadai dan akurat. Data atau informasi
tersebut misalnya mengapa perusahaan perlu mengadakan pelatihan, apa jenis
pelatihan dan metode yang cocok, siapa peserta yang harus ikut, hal-hal apa
yang harus diajarkan, dan sebagainya. Data dan informasi seperti inilah yang
harus diperoleh pada tahap analisis kebutuhan pelatihan (training needs
analysis).
Definisi
Secara umum analisis kebutuhan pelatihan didefinisikan sebagai suatu
proses pengumpulan dan analisis data dalam rangka mengidentifikasi bidang-bidang
atau faktor-faktor apa saja yang ada di dalam perusahaan yang perlu
ditingkatkan atau diperbaiki agar kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan
menjadi meningkat. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh data akurat
tentang apakah ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pelatihan.
Mengingat bahwa pelatihan pada dasarnya diselenggarakan sebagai
sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap (kesenjangan)
antara kinerja yang ada saat ini dengan kinerja standard atau yang diharapkan untuk
dilakukan oleh si pegawai, maka dalam hal ini analisis kebutuhan pelatihan
merupakan alat untuk mengidentifikasigap-gap yang ada tersebut dan
melakukan analisis apakah gap-gap tersebut dapat dikurangi
atau dihilangkan melalui suatu pelatihan. Selain itu dengan analisis kebutuhan
pelatihan maka pihak penyelenggara pelatihan (HRD atau Diklat) dapat
memperkirakan manfaat-manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari suatu
pelatihan, baik bagi peserta pelatihan sebagai individu maupun bagi perusahaan.
Jika ditelaah secara lebih lanjut, maka analisis kebutuhan pelatihan
memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah:
· memastikan bahwa pelatihan memang merupakan salah satu solusi untuk
memperbaiki atau meningkatkan kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan
· memastikan bahwa para peserta pelatihan yang mengikuti pelatihan
benar-benar orang-orang yang tepat
· memastikan bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan selama
pelatihan benar-benar sesuai dengan elemen-elemen kerja yang dituntut dalam
suatu jabatan tertentu
· mengidentifikasi bahwa jenis pelatihan dan metode yang dipilih
sesuai dengan tema atau materi pelatihan
· memastikan bahwa penurunan kinerja atau pun masalah yang ada adalah
disebabkan karena kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap kerja;
bukan oleh alasan-alasan lain yang tidak bisa diselesaikan melalui pelatihan
· memperhitungkan untung-ruginya melaksanakan pelatihan mengingat
bahwa sebuah pelatihan pasti membutuhkan sejumlah dana.
Beberapa Faktor
Mengingat bahwa data dan informasi yang harus dikumpulkan dan
dianalisis menyangkut manusia (adanya gap antara pengetahuan,
ketrampilan dan sikap yang ada dengan yang diharapkan) dan
organisasi/perusahaan (rencana dan tujuan perusahaan, SAP, manfaat pelatihan,
dsb) maka analisis kebutuhan pelatihan seyogyanya mencakup kedua area tersebut.
Oleh karena itu data yang harus dikumpulkan mencakup beberapa faktor sebagai
berikut:
1.
Alasan
Perusahaan adalah suatu sistem. Artinya di dalam perusahaan
terdapat beberapa divisi atau bagian yang saling berhubungan satu dengan yang
lain. Dengan adanya berbagai divisi tersebut maka kebutuhan akan pelatihan
dapat berbeda-beda antara divisi yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu,
pada tahapan ini perancang program pelatihan (baca: Training Manager/Officer yang
mewakili HRD atau diklat) dituntut untuk benar-benar jeli dalam melihat
kebutuhan yang ada. Ia harus meluangkan banyak waktu untuk mendengarkan
pendapat dari berbagai pihak, mengetahui dengan pasti siapa yang berwenang
memutuskan adanya pelatihan, dan apa kaitan pelatihan yang akan dirancang
dengan rencana strategic perusahaan. Dalam banyak kasus kebutuhan pelatihan
mungkin diajukan atau diminta oleh manager atau supervisor dari divisi tertentu
yang ada dalam perusahaan. Selain itu ada juga pelatihan yang bersifat
menyeluruh, dalam arti bahwa pelatihan tersebut merupakan suatu policy dari
pihak manajemen untuk mensosialisasikan visi, misi, dan tujuan perusahaan,
termasuk rencana strategic yang akan dijalankan. Meski kedua hal tersebut
sebenarnya telah mengindikasikan adanya kebutuhan pelatihan, namun perancang
pelatihan harus dapat menggali lebih dalam lagi sejauhmana kebutuhan tersebut
dapat direalisasikan. Ia harus bisa menggali informasi-informasi seperti:
apakah program pelatihan serupa pernah dilaksanakan dan apa hasilnya? Apakah
pelatihan tersebut benar-benar akan bermanfaat bagi divisi tertentu dan secara
langsung ataupun tidak langsung akan memberikan dampak positif bagi kinerja
semua divisi yang ada dalam perusahaan? Kondisi atau situasi seperti apa
sebenarnya yang mendorong dilakukannya pelatihan tersebut? Lalu apa sebenarnya
yang diharapkan dari pelatihan tersebut?
2. Peserta
Satu hal yang sangat krusial dalam suatu pelatihan adalah
menentukan siapa yang menjadi peserta pelatihan tersebut. Peserta yang
dimaksudkan dalam konteks ini adalah mencakup peserta pelatihan dan juga trainer/facilitator dari
pelatihan tersebut. Mengapa hal ini dikategorikan sebagai hal yang krusial
tidak lain adalah karena peserta akan sangat menentukan format pelatihan.
Selain itu para peserta pelatihan adalah individu-individu yang akan membawa
apa yang diperoleh dalam pelatihan ke dalam pekerjaan mereka sehari-hari
sehingga akan memiliki dampak pada perusahaan. Dengan mengetahui peserta
pelatihan perancang program pelatihan dapat menentukan format yang tepat;
apakah akan menggunakan format ruang kelas (classroom setting),
belajar sendiri (self-study or self-journey), belajar dari
pengalaman (experiential learning or learning by doing), atau
menggunakan beberapa format sekaligus. Selain itu, dengan mengetahui siapa
peserta pelatihan maka perancang program pelatihan akan dapat menggali lebih
jauh berbagai informasi seperti:
· apa saja persyaratan
minimal (pendidikan, pengalaman dan ketrampilan) yang harus dipenuhi oleh
peserta pelatihan untuk dapat mengikuti pelatihan?
· apa dasar-dasar
pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki peserta pelatihan, termasuk
pelatihan apa saja yang pernah diikuti sebelumnya?
· apa saja persyaratan
yang harus dipenuhi oleh trainer/facilitator untuk dapat
menyelenggarkan pelatihan? apakah akan menggunakan trainer dari
dalam perusahaan atau menggunakan trainer dari luar?
· bagaimana data
demography para peserta pelatihan?
3. Pekerjaan
Data atau informasi yang berhubungan dengan aspek pekerjaan yang
harus dikumpulkan dan dianalisis mencakup hal-hal seperti: jenis pekerjaan
(jabatan) apa yang sedang direview dan apa fungsi utama pekerjan
(jabatan) tersebut, apa saja kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat
melaksanakan pekerjaan secara optimal, apa standard kinerja yang harus dipenuhi
oleh pegawai, apakah pegawai sudah memenuhi standard kinerja yang diharapkan,
dsb. Pada intinya analisis kebutuhan pelatihan yang mencakup aspek pekerjaan
bertujuan mengumpulkan informasi seputar fungsi dan tanggung jawab jabatan,
tingkat kinerja yang diharapkan, dan kemampuan serta ketrampilan apa saja yang
harus dimiliki oleh individu atau kelompok (divisi) untuk dapat memenuhi
standard kinerja yang diharapkan. Bagi perusahaan-perusahaan yang telah memiliki
uraian jabatan mungkin akan lebih mudah bagi si perancang program untuk
memperoleh data. Namun bagi perusahaan yang belum memiliki uraian jabatan maka
si perancang program akan membutuhkan banyak waktu untuk melakukan analisis
jabatan.
4. Materi
Bagi perusahaan-perusahaan yang sudah terbiasa melakukan
pelatihan, materi pelatihan mungkin sudah tersedia untuk berbagai jabatan.
Meski demikian hal ini tidaklah berarti bahwa materi tersebut selalu cocok
untuk setiap peserta dan setiap situasi. Materi pelatihan yang baik harus
selalu diperbaharui sesuai dengan kondisi yang ada supaya isi(content) dari
pelatihan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan si peserta
pelatihan. Hal yang mendasar untuk diketahui dalam menentukan materi yang akan
dirancang dalam sebuah program pelatihan adalah apakah materi yang akan
diberikan merupakan suatu hal yang bersifat essential atau
tidak. Jika ya, maka materi tersebut harus dimasukkan dalam pelatihan. Jika hal
ini sudah ditentukan, maka selanjutnya baru dipilih topik-topik penting yang
perlu diajarkan dalam pelatihan, bagaimana mengajarkannya dan hal-hal apa saja
yang perlu dijelaskan lebih lanjut supaya lebih memudahkan peserta pelatihan
dalam memahami materi tersebut.
5.
Dukungan
Mengingat bahwa hal-hal yang mempengaruhi kinerja pegawai maupun
perusahaan secara keseluruhan tidak hanya ditentukan oleh pelatihan, maka si
perancang pelatihan harus benar-benar dapat memastikan bahwa ia mendapatkan
dukungan dari berbagai pihak di dalam perusahaan. Dukungan tersebut adalah
berupa komitmen dari paramanager atau supervisor untuk
menciptakan suasana yang kondusif bagi para peserta pelatihan untuk dapat
menerapkan apa yang telah mereka pelajari dalam pelatihan. Suasana kondusif
tersebut misalnya: menempatkan pegawai pada jabatan yang sesuai dengan
kompetensinya, memberikan feedback tentang kinerja pegawai
secara periodik, mendengarkan keluhan dan masalah yang dihadapi pegawai dalam
menerapkan apa yang telah dipelajari, memberikan reward atau recognition bagi
pegawai yang berhasil memenuhi standard kinerja yang diharapkan, menegur atau
memberikan sanksi kepada pegawai yang tidak menunjukkan kinerja yang optimal,
dsb. Komitmen tersebut amat penting diperoleh mengingat bahwa pelatihan
bukanlah sarana yang tepat untuk mengendalikan hal-hal yang tidak memiliki
hubungan dengan pengetahuan dan ketrampilan. Dengan perkataan lain pelatihan
hanyalah merupakan sarana yang berguna untuk menghilangkan atau mengurangi
adanya kesenjangan antara pengetahuan dan ketrampilan yang ada dengan yang
diharapkan. Pelatihan tidak bisa dengan mudah dianggap sebagai sarana untuk
mengurangi tingkat ketidakhadiran pegawai, mengatasi PHk atau perampingan
perusahaan, meningkatkan gaji dan menciptakan motivasi kerja pegawai di lapangan.
Pelatihan juga tidak akan serta merta melahirkan standard kinerja yang
diharapkan jika di tempat kerja sehari-hari tidak ada kriteria penilaian
tentang standard kinerja tersebut. Selain itu pelatihan tidak bisa menggantikan
peran managerataupun supervisor dalam memberikan
feedback kepada bawahannya. Oleh karena itu, dalam analisis kebutuhan pelatihan
si perancang program harus dapat memastikan bahwa pelatihan tidak akan
disalahgunakan oleh pihak manajemen atau pun paramanager/supervisor untuk
melepaskan tanggungjawab atas ketidakberhasilan mereka dalam mengatasi
permasalahan yang ada. Sebaliknya pelatihan harus dipandang sebagai sarana
pendukung bagi keberhasilan pihak manajemen atau para manager/supervisordalam
melaksanakan tugas dan tanggungjawab mereka. Tanpa adanya komitmen yang
sungguh-sungguh dari pihak manajemen atau para manager/supervisor maka
dapat dipastikan bahwa pelatihan hanya akan berjalan sukses di ruang kelas atau
tempat pelaksanaan pelatihan saja.
6.
Biaya
Sekecil apapun kegiatan pelatihan pasti membutuhkan dana. Oleh
karena itu amat penting untuk menghitung untung rugi dari pelaksanaan suatu
pelatihan. Dalam hal ini si perancang program pelatihan harus mengumpulkan
berbagai informasi yang menyangkut hal-hal seperti: biaya apa saja yang harus
dikeluarkan untuk peserta pelatihan maupun trainer, apa keuntungan
yang akan diperoleh dari pelatihan tersebut dan berapa lama hal itu bisa
dicapai, apakah biaya pelatihan masih sesuai dengan budgetyang ada,
dsb. Salah satu cara yang cukup populer untuk menghitung untung rugi suatu
pelatihan adalah dengan mengukur ROI.
7.
Memilih Metode
Sebelum menentukan metode yang akan digunakan dalam pengumpulan
data, maka perlu dipikirkan sumber-sumber data yang bisa digunakan untuk
mengidentifikasi kebutuhan pelatihan. Sumber-sumber data tersebut diantaranya
adalah:
· Riset atau
survey (critical incidents research, working climate survey, customer
service survey, dsb)
· Penilaian
kinerja (performance appraisal)
· Perencanaan karir
pegawai
· Perubahan prosedur
kerja dan perkembangan teknologi
· Perencanaan SDM
Jika faktor-faktor yang akan dianalisis sudah diketahui dan
sumber-sumber data dapat ditentukan maka perancang program pelatihan dapat
memilih beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut:
1. Kuestioner
2. Obervasi
3. Wawancara
4. Focus group
5. Regular meeting
6. Mempelajari data perusahaan
7. Mempelajari uraian jabatan
8. Membentuk kelompok pakar/penasehat
Dengan memperhatikan hal-hal yang telah diuraikan diatas, besar
harapan kita semua bahwa program pelatihan yang akan kita susun dapat
berlangsung sukses baik dalam pelaksanaannya maupun pada saat para peserta
pelatihan kembali ke tempat kerja untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan
yang di peroleh ke dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Meskipun mungkin tidak
semua faktor diatas harus dianalisis (ada pelatihan tertentu yang tidak perlu
menganalisis semua faktor), namun semakin banyak data dan informasi yang bisa
dikumpulkan dalam analisis kebutuhan pelatihan maka akan semakin mudah bagi si
perancang program pelatihan untuk menggambarkan persyaratan-peryaratan yang
diinginkan oleh perusahaan, kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki pegawai,
kesenjangan antara pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang ada dengan yang
diharapkan dan bagaimana cara terbaik untuk menghilangkan kesenjangan tersebut.
Dengan melakukan analisis kebutuhan pelatihan secara sungguh-sungguh maka
niscaya program pelatihan yang dirancang akan dapat dilaksanakan secara efisien
dan efektif. Selamat mencoba. Semoga berguna untuk meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan para pekerja kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar